Gadai berasal dari bahasa arab Al-rahn yang berarti tetap ( Al-tsubutwa Al-dawam ), misalnya kata ma'rakib artinya air yang tergenang. Disebut tetap karena barang gadai ada pada pemberi pinjaman hingga utang dibayar. Gadai berarti jaminan utang, gadaian, barang yang di gadaikan, hipotek, atau Al-habs ( penahanan) yaitu menahan alah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. (Mahmud'Abd. Al-rahman'Abd Al-mun'im, mu'jam Al-musthalahat wa al-alfazh al-fiqhiyah, juz II ( kairo : dar Al-fadhilla, 2008 : 189 )
Ayat terebut memrintahkan kepada siapa saja yang menggadakan
perjanjian degan orang lain dan tidak memperoleh seorang penulis yang dapat
dijadikan kepercayaan atau jaminan, hendaknya barang yang menjadi jaminan (
yang di gadaikan ) dierahkan kepada pemberi utang agar pemilik uang dapat
tenang dan menjaga agar orang yang berutang sanggup membayar utangnya. ( Nasrun
Haroen, fiqh Muamalah, 253 )
Rasulullah ,menggadaikan baju besinya karena keadaan ekonominya
saat itu masih kesulitan padalah tanggungannya sangat banyak. Ketabahan
rasulullah, banyak diteladani sampai-sampai ia menggadaikan baju besinya untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya.
Menurut para ulama berepakat tentang kebolehan gadai dan tidak ada yang berbeda
pendapat diantara mereka karena banyak kemaslahatan yang terkandung di dalamnya
dalam rangka hubungan antar manusia.
Para ulama fikih sepakat bahwa gadai boleh dilakukan kapan saja
dalam keadaan hadir ditempat asal barang jaminan itu atau tidak bisa langsung
dikuasai atau di pegang ( Al-qabdh ) secara hak oleh yang memberi utang yang
selanjutnya disebut preditur karena tidak semua barang jaminan dapat dikuasai
oleh kreditur sacara langsung maka paling tidak ada sejenis pegangan yang dapat
menjamin bahwa barang gadai dapay dijadikan sebagai jaminan utang. Misalmya
jaiminan itu berbentuk sebidang tanah dan mereka yang kuasai adalah surat tanah
itu.( Sayyid sabiq, fiqh sunna, juz3, 132 )
Menurut Ahmad Azhar Basyir,rukrun dalam perjanjian gadai adalah :
Orang yang menyerahkan barang gadai (rahin)
Orang yang menerima barang gadai (murtahin)
Barang yang di gadaikan (marhun)
Shighat akad
(Ahamad Azhar Basyir ,hukum islam tetang riba, utang - piutang dan gadai, (
Bandung : PT Al-Ma'arif, 1983 : 50 )
Menurut al-jaziri,rukun gadai ada macam 3 yaitu
Aqid (orang yang melakukan akad ) yang terdiri dari rahin (orang
yang berutang dan menggadaikan barang) dan murtahin (pihak yang piutang yang
menerima barang gadai sebagai jaminan uang yang dipinjamkan)
Ma'qud alaiha (yang diakadkan) yang terdiri dari marhun (barang
yang digadaikan) dan Marhun bih (utang yang karenanya diadakan gadai)
Shighat (akad gadai)
''abd Al-rahman Al-jaziri, kitab Al-fiqh 'Ala madzahib Al-arba'ah,
(birut : dar Al-qutub Al-ilmiyah, 2008 : 165 )
Gadai adalah aktifitas transaksi harta sebagaimana jual beli. Maka
wajib menjaga syarat-syarat pada dua orang yang berakad gadai sebagaimana pada
dua orang yang berakad jual beli. Karena itu, disyaratkan bagi dua orang yang
berakad gadai agar berakal dan tamyis sehingga tidak akad gadai oleh orang gila
an anak kecil atau orang yang belum bisa membedakan sesuatu dengan yang lain.(
Wahbah Al-suhaili, Al-fiqh Al-islami, juz v,185) Syarat ahliya dalam gadai
menurut selain ulama hanfiyyah sama dengan syarat kecakapan jual beli dan
perbuatan hukum yang lain. Karena itu gadai tidak sah dilakukan oleh orang yang
dipaksa, anak kecil yang belum baligh, orang khilaf, bodoh,dan orang
bangkrut.
Orang yang dibawah pengampunan dengan alasan dungu (ghaflah) atau
pemboros (safah) hukumnya seperti mumayis tapi tindakan-timdakan belum mencapai
umur baligh diperlukan izin walinya. Bagi yang dibawah pengampunan diperlukan
izin pengampu. Apabila wali atau pengampu tidak mengizinkan, maka perjanjian
gadai itu batal.( Wahbah Al-suhaili, Al-fiqh Al-islami, juz v,185 )
Apabila pemilik barang mengizinkan memegang jaminan untuk
memanfaatkan barang jaminan itu selama di tangannya, maka tidak ada halangan
bagi pemegang barang jaminan untuk memanfaatkan barang tersebut.Akan tetap,
sebagaian ualama Hanafiyyah lainnya.Ulama malikiyah dan ualama syafi`iyah
berpendapat sekalipun pemilik barang itu mengizinkan,pemegang jaminan itu tidak
boleh memanfaatkan barang jaminan tersebut karena apabila barang jaminan itu di
manfaatkan , maka hasil pemanfaatannya itu merupakan riba yang di larang
syara.( Nasrun Haroen,fiqh Muamalah, hlm.257.
Akad gadai ber tujuan meminta kepercayaan dan menjamin utang bukan
mencari keuntungan dan hasil . selama ini hal itu menjamin utang bukan menacari
keuntungan dan hasil. Selama hal itu demikian keadaannya, maka orang yang
memegang gadai (murtahin) yang memanfaatkan barang gadai tak ubahnya qirabh
(utang-piutang) yang mengalir manfaat yang oleh nabi disebut riba. ( Sayyit
sabiq ,fiqh sunah, jilid III, 153).
Manfaat barang gadai adalah milik pemberi gadai (rahim). Demikian
pula sesuatu berada dilamnya. Misalnya anak binatang dan menjadi barang gadai
bersama indukya. Termasuk dalam kategori bulu dan susu dan bulu binatang dan
buah suatu pohon yang digadaikan. (Ali hasan, zakat, pajak,asuransi,dan lembaga
keuangan (jakarta : PT radja gravindo persada, 1997 : 84)
Menurut hukum islam waktu dalam perjanjian gadai, jiak telah jatuh
tempo membayar utang,pemilik barang gadai (rahin) wajib melunasimnya dan
penggadai (murtahin) wajib menyerahkan barangnya dengan segera. Jika penggadai
tidak mampu melunasi utangnya,maka barang gadai itu dijual untuk menutupi
utangnya.
Jika dia tidak rela menjual barang gadai, maka hakim dapat
memaksanya untuk melunasi utangnya atau menjual barang gadai. Kelebihan hasil
penjualan barang gadai diserahkan kepada pemilik asalnya,jika masih ada sisa
utang,maka hal itu masih tetap menjadi tanggungannya.( Hamzah ya'qub, kode etik
dagang menurut islam, (bandung : diponegoro, 1994 : 220 )
Menurut Ahmad Azhar Basyir,apabila pada waktu yang telah ditentukan
karena kesulitan yang dialami, rahin belum juga membayar utangnya padahal
murtahin bener-bener memerlukan kembali piutangnya, maka ia dapatmemindahkan
baraf gadai kepadamurtahin lain denga seizin rahin. Hal ini dimaksudkan
agarkeeprluan murtahin dapat terpenuhi dandalam waktu yang sama rahin dapat
kelonggaran tegangan waktu.
Bila batas waktu pelunasan yang disepakati telah jatuh tempo barang
jaminan dijual dengan perintah hakim atas perintah rahin, pembebasan utang
dengan cara apapun meskupun dengan pemindahan oleh murtahin,pembatalan oleh
murtahin,meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin ,rusaknya barang gadai
tanpa sebab dan memanfaatkan barang rahin dengan penyewaan,hibah,atau sedekah
baik dari pihak rahin maupun murtahin.
Mahmud`abd.al-rahman `abd al-mun`im, mu`jam al-musthalat wa al-alfazh
al-fiqhiyyah,juz II (kairo: Dar al-fadhilah,2008 M.)Nasrun haoen, fiqh
muamalah(Jakarta : Gaya media pratama,2000M.)Abd al-rahman al-jaziri, kitab al-fiqh
`ala madzahib al- arba`ah(beirut: dar al-kutub al-ilmiyah, 2008M.)Syams al-din
muhammad ib muhammad al-syarbini,mughni al-muhtaj ila ma`rifah ma`ani alfazh
al-minhaj, juz II(beirut: dar al-kutub al-ilmiyah,2002M.)

Sangat bermanfaat sekali..
BalasHapus